
Festival Kampong Tuha Bensamar.
Portalsembilan.com, KUTAI KARTANEGARA – Kampung Tuha Kutai Bensamar kembali memancarkan semangat budaya leluhur melalui gelaran Festival Kampong Tuha yang berlangsung meriah pada Selasa (27/5/2025) malam. Festival ini menjadi bagian dari peringatan hari jadi Kampung Bensamar yang telah berusia 407 tahun.
Ratusan warga tumpah ruah di halaman kampung untuk menyaksikan pertunjukan tari Jepen, musik tradisional, serta menikmati aneka kuliner khas yang menyemarakkan suasana. Namun di balik kemeriahan tersebut, ada pesan penting yang ingin disampaikan: warisan budaya harus dijaga agar tak lenyap digerus arus zaman.
Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Kartanegara, Puji Utomo, menegaskan bahwa Festival Kampong Tuha merupakan bagian dari program pelestarian budaya lokal yang tak ternilai. Ia menilai Bensamar bukan sekadar kampung biasa, melainkan situs sejarah penting yang mencerminkan jati diri Kalimantan Timur.
“Kampung ini bahkan sudah ada sebelum Kabupaten Kutai Kartanegara berdiri. Ini warisan besar yang tak boleh dilupakan,” ucap Puji saat ditemui usai acara.
Menurutnya, kehadiran tokoh penting seperti Sultan Aji Muhammad Muslihuddin atau Sultan Aji Imbut dalam sejarah kampung ini menjadi bukti nyata nilai historis Bensamar.
“Setiap jengkal tanah di kampung ini menyimpan jejak perjalanan panjang yang harus dijaga, bukan sekadar dikenang,” imbuhnya.
Ia menambahkan bahwa pelestarian budaya harus dilakukan dari tingkat akar rumput. Salah satu contohnya adalah keberadaan tari Jepen yang masih rutin dipentaskan oleh masyarakat setempat, baik dalam acara adat maupun pertunjukan budaya.
“Kami akan selalu mendukung kegiatan yang menggali dan menampilkan seni tradisional dari kampung ini. Pelestarian tak bisa menunggu dari atas,” lanjut Puji.
Camat Tenggarong, Sukono, juga menyampaikan apresiasi terhadap partisipasi aktif warga Bensamar dalam menjaga budaya. Baginya, usia 407 tahun bukan hanya angka, melainkan simbol keteguhan masyarakat dalam mempertahankan identitas leluhur.
“Festival ini membuktikan bahwa masyarakat masih peduli terhadap warisan budaya mereka. Ini sangat layak diapresiasi,” ujar Sukono.
Meski begitu, ia juga mengingatkan bahwa pelestarian budaya tak bisa bergantung pada perayaan tahunan semata. Ia mengusulkan agar kegiatan budaya dapat dijadikan agenda rutin untuk melibatkan lebih banyak generasi muda.
“Budaya yang nyaris punah perlu dibangkitkan lagi. Jangan sampai festival hanya menjadi hiburan sesaat lalu dilupakan,” tuturnya.
Kampung Tuha Bensamar saat ini berada di persimpangan antara pelestarian dan perubahan zaman. Satu sisi menunjukkan semangat masyarakat dalam menjaga kearifan lokal, namun di sisi lain tantangan semakin besar, mulai dari minimnya dokumentasi sejarah hingga hilangnya penutur bahasa daerah.
Festival Kampong Tuha menjadi lebih dari sekadar perayaan ulang tahun. Ia menjadi simbol perlawanan terhadap lupa, ajakan untuk terus menghidupkan sejarah, serta pengingat bahwa warisan budaya adalah tanggung jawab bersama lintas generasi. (ADV/Disdik Kukar/AR)