Bidang Budaya, Pamong Budaya Ahli Muda, Cagar Budaya dan Permuseuman, M. Saidar.
Portalsembilan.com, KUTAI KARTANEGARA – Masyarakat diminta segera melaporkan penemuan benda yang diduga sebagai peninggalan sejarah atau cagar budaya kepada instansi resmi terkait.
Langkah ini wajib dilakukan agar objek bersejarah tersebut dapat ditelusuri asal-usulnya dan ditetapkan status pelestariannya oleh pihak berwenang, demi mencegah kerusakan atau penyalahgunaan.
“Pelaporan ini diatur secara hukum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, serta Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2014,” ujar M. Saidar, Pamong Budaya Ahli Muda pada Bidang Cagar Budaya dan Permuseuman.
Menurutnya, siapa pun—baik individu maupun komunitas—yang menemukan benda yang dicurigai sebagai cagar budaya, wajib melaporkannya kepada Dinas Kebudayaan atau Balai Pelestarian Kebudayaan setempat.
“Begitu dilaporkan, tim ahli atau balai kebudayaan akan segera menindaklanjuti dengan mendatangi lokasi untuk melakukan verifikasi langsung terhadap objek tersebut,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa kewajiban tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum negara terhadap warisan budaya bangsa yang berada dalam wilayah Indonesia.
“Semua benda yang menjadi bagian dari peninggalan sejarah bangsa, apa pun bentuk dan ukurannya, itu dilindungi oleh negara,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap kewajiban pelaporan dapat dikenakan sanksi hukum, sebagaimana diatur dalam ketentuan undang-undang yang berlaku.
“Kalau seseorang menemukan benda diduga cagar budaya dan tidak melaporkannya, maka ia bisa dikenai sanksi pidana atau administratif,” katanya memperingatkan.
Adapun untuk dapat dikategorikan sebagai cagar budaya, suatu objek harus memenuhi kriteria usia dan nilai penting yang dimiliki oleh benda tersebut.
“Cagar budaya itu usianya harus minimal lima puluh tahun,” jelas Saidar saat ditemui usai sosialisasi pelestarian di Tenggarong.
Namun, lanjutnya, tidak semua benda yang berumur di atas lima puluh tahun bisa langsung disebut sebagai cagar budaya, sebab ada unsur nilai penting yang wajib dipenuhi.
“Nilai penting itu bisa berupa nilai sejarah, nilai ilmu pengetahuan, nilai keagamaan, atau nilai pendidikan yang terkandung dalam benda tersebut,” ucapnya.
Ia mencontohkan bahwa sebuah prasasti kuno atau peralatan rumah tangga yang digunakan di masa lampau bisa dinilai sebagai cagar budaya jika terbukti berperan penting dalam perjalanan sejarah lokal maupun nasional.
“Jadi harus ada historinya, harus ada konteks budayanya yang jelas. Tidak semua benda tua langsung disebut cagar budaya,” paparnya.
Pemerintah daerah, melalui dinas teknis terkait, juga memiliki kewajiban untuk mengedukasi masyarakat mengenai tata cara pelaporan dan perlindungan benda cagar budaya.
“Kami berharap masyarakat semakin peka terhadap warisan sejarah di sekitar mereka dan tidak ragu untuk melaporkan bila menemukan objek yang mencurigakan,” pungkasnya.
Langkah pelaporan ini menjadi bagian penting dari upaya kolektif untuk menjaga warisan sejarah bagi generasi mendatang, serta menjadikan peninggalan budaya sebagai sumber ilmu pengetahuan dan identitas daerah. (ADV/Disdik Kukar/AR)

