Masji Jami’i.
Upaya pelestarian sejarah di Kutai Kartanegara terus berlanjut dengan usulan 15 objek baru sebagai Cagar Budaya, memperkuat komitmen daerah dalam merawat warisan budaya lokal.
Sebanyak sembilan objek penting di Kutai Kartanegara telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya tingkat kabupaten sejak tahun 2021 dan 2022. Penetapan ini menjadi langkah nyata pelestarian sejarah dan budaya lokal.
Penetapan dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar melalui keputusan bupati, dengan harapan warisan budaya ini dapat dilindungi, dikembangkan, dan dimanfaatkan sebagai sarana edukasi serta pariwisata berkelanjutan.
“Yang sembilan ini sudah kami tetapkan sebagai Cagar Budaya tahun 2021, tapi surat keputusannya keluar tahun 2022,”ujar M. Saidar atau akrab disapa Deri, Pamong Budaya Ahli Muda Bidang Cagar Budaya dan Permuseuman Disdikbud Kukar.
Kesembilan objek yang telah ditetapkan meliputi Kawasan Situs Muara Kaman (Lesung Batu dan Batu Menhir), Rumah Penjara Sangasanga, Situs Kubur Tajau Gunung Selendang, Tugu Pembantaian di Sangasanga, Makam Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa di Loa Kulu, Tugu Pembantaian Jepang di Loa Kulu, Kompleks Makam Kerabat Kesultanan Kutai, Masjid Jami’ Adji Amir Hasanuddin, serta Rumah Besar Tenggarong.
“Tahun 2023 kami juga mengusulkan penetapan baru sekitar 15 objek sebagai Cagar Budaya. Tapi itu satu kawasan besar,”lanjut Deri.
Dari 15 yang diajukan di tahun 2023, baru enam yang telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati. Salah satunya adalah bangunan Gudang Magasin peninggalan Belanda di Loa Kulu, yang dinilai memiliki nilai sejarah tinggi terkait masa kolonial.
“Gudang Magasin itu sudah ditetapkan tahun 2023 lalu. Selain itu, ada juga makam Ulama Datuk Tunggang Parangan dan bangunan Suling Belanda di Anggana,”
terang Deri sambil menyebutkan bahwa kedua situs tersebut juga berstatus sebagai peninggalan penting.
Suling Belanda di Anggana, lanjutnya, merupakan bangunan unik berbentuk menara dengan elemen suling di bagian puncaknya. Bangunan ini mencerminkan arsitektur kolonial yang langka dan menjadi saksi bisu sejarah pengairan di wilayah tersebut.
“Bangunan ini kami tetapkan sebagai Cagar Budaya pada Mei 2023, bersamaan dengan Kantor Pos lama di Sangasanga yang juga punya nilai sejarah tinggi,”
ujar Deri sambil menambahkan bahwa beberapa dari objek tersebut merupakan simbol aktivitas sosial dan ekonomi masa lalu.
Selain enam objek tersebut, terdapat pula satu kawasan yang sedang dikaji secara mendalam untuk proses penetapan. Kawasan ini berada di Tenggarong dan mencakup beberapa bangunan bersejarah yang saling berdekatan.
“Kawasan yang kami usulkan kemarin itu termasuk jembatan besi Tenggarong, Gedung Putri Junjung Buyah, tiang telepon lawas, rumah dinas Sekda, SMA Negeri 1 Tenggarong, dan SDN 002,”kata Deri.
Ia menjelaskan bahwa analisis narasi dan deskripsi teknis dari objek-objek tersebut masih diminta oleh bagian hukum sebagai syarat administrasi. Tim Ahli Cagar Budaya Muda juga terus melakukan pengkajian untuk memastikan nilai-nilai kesejarahan dan kelayakan penetapannya.
“Masih dalam proses kajian dan analisis dari tim ahli. Termasuk jembatan besi yang jadi ikon Tenggarong itu,”tambah Deri.
Mengenai kewenangan penetapan, Deri menjelaskan bahwa sebagian besar cagar budaya tersebut masih berada dalam kewenangan kabupaten. Hanya satu yang sudah berstatus nasional, yakni Museum Mulawarman.
“Yang nasional baru satu, Museum Mulawarman. Itu sudah lama ditetapkan. Sementara Masjid Jami’ Hasanuddin baru sampai tahap usulan ke tingkat nasional,”terangnya.
Adapun Situs Gunung Selendang di Sangasanga saat ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, serta dikelola langsung oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIV.
“Yang di Gunung Selendang itu sudah ditetapkan provinsi dan pengelolaannya oleh Balai Pelestarian Kebudayaan wilayah empat belas,” pungkas Deri. (ADV/Disdik Kukar/AR)

