Portalsembilan.com, Kutai Kartanegara – Hari Selasa (30/12/2025) menjadi momen untuk membahas kebijakan penting terkait perlindungan lingkungan di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Bertempat di Tenggarong, Bupati Kukar Dr. Aulia Rahman Basri secara rinci menjelaskan evaluasi izin pertambangan dan perkebunan sawit, serta kebijakan reklamasi dan reboisasi yang menjadi bagian dari komitmen pemerintah daerah dalam melindungi ekosistem lokal.
Wawancara dimulai dengan pertanyaan yang ditujukan kepada Bupati tentang keabsahan izin pertambangan dan perkebunan sawit, serta tindak lanjut terhadap izin yang tidak resmi. Tanpa ragu, Bupati Aulia menjawab dengan jelas, membedakan kewenangan pemberian izin antara kedua sektor tersebut.
“Kalau kita bicara tentang izin pertambangan, kewenangannya ada di pusat. Sedangkan izin perkebunan, IUP (Izin Usaha Perkebunan)nya ada di kabupaten, sedangkan HGU (Hak Guna Usaha) ada di BPN (Badan Pertanahan Nasional),” ujarnya, menjelaskan batasan wewenang yang menjadi dasar pemberian izin.
Dia menambahkan bahwa untuk izin perkebunan yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten, pihaknya melakukan pengecekan ketat.
“Kalau ada IUP yang sudah dikeluarkan tapi tidak produktif artinya lahan tidak ditanam kita akan ciutkan izinnya,” tegasnya. Alasan utama adalah untuk memastikan bahwa setiap pemberian izin selaras dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah disusun bersama masyarakat.
“Kita sudah menyepakati bersama, mana lokasi untuk perkebunan, mana untuk pertambangan, mana untuk pemukiman. Semua izin harus sesuai dengan rencana itu agar tidak terjadi tumpang tindih dan kerusakan lingkungan,” katanya.
Saat ditanya tentang dampak deforestasi akibat aktivitas tambang dan perkebunan terhadap populasi satwa liar, Bupati Aulia mengakui bahwa dampak itu memang nyata.
“Namanya deforestasi, pasti berdampak pada satwa liar yang kehilangan habitatnya. Tapi kita harus melihat dari sisi regulasi aktivitas yang sesuai aturan akan memiliki penyesuaian untuk melindungi satwa, sedangkan yang liar jelas melanggar hukum,” ujarnya. Dia menekankan bahwa pemerintah kabupaten telah membentuk Satgas khusus untuk menangani pembalakan dan aktivitas hutan liar.
“Sudah banyak lahan yang diambil alih kembali oleh negara karena pelanggaran. Kita bekerja sama dengan Polres, Kejaksaan, dan Dandim untuk menindak tegas setiap pelanggaran yang masuk ke dalam kewenangan kabupaten,” tambahnya.
Sebuah pertanyaan selanjutnya muncul tentang apakah ada persamaan dalam proses izin antara pertambangan dan perkebunan. Bupati Aulia langsung menolak dengan senyum, menyebutkan bahwa keduanya memiliki perbedaan yang jelas.
“Tentu beda. Tapi sekarang, semua proses izin sudah melalui sistem One Single Submit (OSS), yang membuatnya lebih teratur dan terpadu,” katanya.
Dia menjelaskan bahwa OSS adalah sistem satu pintu untuk semua perizinan, yang memiliki tahapan-tahapan yang harus dilewati.
“Ijin paling pertama yang harus didapatkan adalah PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Penggunaan Lahan dan Ruang), yang dulu dikenal sebagai Ijin Lokasi. Ini adalah tahap pengecekan apakah lokasi usaha sesuai dengan RTRW. Hanya setelah PKKPR keluar, baru bisa melanjutkan ke izin lainnya,” jelasnya.
Bupati juga menjelaskan tentang tingkatan kewenangan pemberian izin yang berbeda-beda.
“Ada tiket kewenangan kabupaten, provinsi, dan pusat tergantung jenis usaha. Untuk pertambangan, sebagian besar izin ada di pusat, sedangkan perkebunan ada yang di kabupaten, provinsi, atau pusat tergantung skala usahanya,” katanya.
Dia mengajak masyarakat yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang izin untuk datang ke PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu), yang kini telah menerapkan sistem hybrid di kecamatan-kecamatan.
“Tujuan dari hybrid ini adalah untuk memudahkan masyarakat, bahkan unit usaha terkecil, untuk memperoleh perizinan. Kita ingin semua usaha terdaftar dan memiliki izin, sehingga mereka dilindungi oleh hukum dan aktivitasnya bisa dipantau,” tegasnya.
Selain membahas evaluasi izin, Bupati Aulia juga menyentuh tentang kebijakan reklamasi dan reboisasi yang menjadi bagian dari komitmen perlindungan lingkungan.
“Kita tidak hanya menindak pelanggaran, tapi juga melakukan upaya perbaikan. Reboisasi dilakukan di lahan yang sudah rusak, sedangkan reklamasi untuk lahan yang terkena aktivitas tambang agar bisa digunakan kembali,” katanya.
Dia menambahkan bahwa pemerintah kabupaten telah bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kukar untuk melaksanakan program ini.
“Kita minta perusahaan untuk melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan, termasuk reboisasi dan reklamasi lahan yang mereka gunakan. Ini adalah bagian dari kesepakatan dalam pemberian izin,” jelasnya.
Bupati Aulia juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam melindungi lingkungan.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Kita butuh dukungan dari masyarakat untuk melaporkan pelanggaran, seperti pembalakan liar atau aktivitas usaha tanpa izin. Hanya dengan kerja sama semacam itu, kita bisa menjaga Kukar tetap indah dan lestari untuk generasi mendatang,” ujarnya.
Bupati Aulia menjawab setiap pertanyaan dengan jelas dan jujur, menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten sungguh serius dalam menangani masalah lingkungan.
Dengan komitmen yang ditunjukkan oleh Bupati dan pemerintah daerah, harapan untuk lingkungan Kukar yang lebih lestari semakin terwujud sebuah warisan yang berharga bagi semua warga Kukar dan generasi mendatang.
(Yeni Adhayanti)

