Portalsembilan.com, Kutai Kartanegara – Pengadilan Negeri Tenggarong menggelar sidang tindak pidana ringan (Tipiring) terkait pelanggaran minuman keras (miras) ilegal pada Kamis (23/10/2025). Sidang ini merupakan tindak lanjut dari operasi gabungan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) bersama tim dari Ibu Kota Negara (IKN) serta operasi mandiri Satpol PP.
Kasat Pol PP Kukar Arfan Boma Pratama AP melalui Kepala Bidang (Kabid) Penegakan Produk Hukum Daerah Satpol PP Kukar, Rasidi, menjelaskan bahwa dari 24 pelanggaran yang terjaring, sebagian besar terkait dengan penjualan miras ilegal, selain itu juga ada kasus pengemis dan pedagang kaki lima (PKL).
“Sidang Tipiring ini merupakan bagian dari upaya kami untuk menegakkan Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Ketertiban Umum, Ketentraman Masyarakat, dan Perlindungan Masyarakat (Trantibum),” ujar Rasidi.
Dalam sidang tersebut, hakim menjatuhkan denda sebesar Rp 700 ribu kepada dua orang pelanggar yang hadir. Sementara itu, bagi pelanggar yang tidak hadir, denda yang dikenakan lebih tinggi, yaitu Rp 2 juta untuk PKL dan Rp 3 juta untuk pelanggaran miras.
Rasidi menambahkan bahwa pihaknya akan terus mengarahkan para pelaku usaha miras untuk memperoleh izin resmi dari pemerintah daerah, provinsi, atau pusat. Hal ini bertujuan agar peredaran miras di Kukar dapat terkontrol dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.
Pemerintah daerah perlu memberikan solusi alternatif bagi para PKL agar mereka dapat berjualan di tempat yang lebih layak dan tidak melanggar aturan. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu mempermudah proses perizinan bagi para penjual miras agar mereka dapat beroperasi secara legal dan membayar pajak. Dengan demikian, penegakan Perda Trantibum tidak hanya berdampak pada peningkatan ketertiban, tetapi juga pada peningkatan pendapatan daerah.
Penting untuk diingat bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan tidak diskriminatif. Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa semua warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk mencari nafkah dan mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, perlu ada dialog yang konstruktif antara pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat sipil untuk mencari solusi terbaik dalam penegakan Perda Trantibum.
(Yeni Adhayanti)

