Portalsembilam.com, Kutai Kartanegara – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara resmi menggelar Kick Off Meeting penyusunan Rencana Induk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Daerah (RIPKHD) periode 2025–2029, bertempat di Ruang Bengkirai DLHK Jalan KH Ahmad Dahlan kel.sukarame Kutai Kartanegara,Kamis (17/7/2025). Acara ini dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kutai Kartanegara, Dr. H. Sunggono, M.M., yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menjaga kekayaan hayati daerah.
Dalam sambutannya, Sekda menegaskan bahwa keanekaragaman hayati merupakan aset ekologis dan ekonomi yang luar biasa, tetapi juga menghadapi ancaman serius akibat tekanan pembangunan dan perubahan lingkungan.
“Kutai Kartanegara merupakan wilayah dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi di Kalimantan Timur. Hutan tropis, ekosistem rawa, mangrove, hingga perairan Mahakam menjadi rumah bagi spesies penting seperti pesut Mahakam, buaya siam, dan ikan manta,” ujarnya.
Menurutnya, penyusunan RIPKHD ini tidak hanya menjadi panduan teknis semata, tetapi harus menjadi kompas kebijakan dalam pembangunan berkelanjutan, dengan menempatkan perlindungan ekosistem sebagai fondasi utama.
Acara juga dihadiri oleh berbagai perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, UPTD KPHP, akademisi dari Universitas Mulawarman, serta mitra pembangunan seperti PT Lani Akea Indah dan organisasi masyarakat sipil.
Dalam paparan teknisnya, Kabid Tata Lingkungan DLHK Kukar, Yudiarta, S.Hut., M.Si., menyampaikan bahwa RIPKHD disusun agar selaras dengan RPJMD Kutai Kartanegara 2025–2029, serta kebijakan nasional seperti Inpres No. 1 Tahun 2023 dan dokumen Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP).
“Selama ini, keanekaragaman hayati sering tidak muncul dalam dokumen perencanaan. Ini menjadi kritik besar. Padahal kita hidup di salah satu kawasan megabiodiversity dunia,” ujarnya.
Pihaknya menargetkan penyusunan dokumen selesai paling lambat Desember 2025, agar dapat segera diintegrasikan dalam perencanaan dan penganggaran daerah.
Sementara itu, perwakilan masyarakat adat dan mitra pembangunan menekankan pentingnya pelibatan masyarakat lokal, terutama komunitas adat yang telah lama berinteraksi dengan alam. Hal ini disampaikan oleh perwakilan dari Bintang Jawa, yang mengusulkan agar RIPKHD tidak hanya berorientasi teknokratis, tetapi juga menghargai pengetahuan lokal dan hak masyarakat.
Di akhir sesi, seluruh peserta menyepakati bahwa RIPKHD Kutai Kartanegara harus menjadi dokumen hidup — bukan sekadar arsip, melainkan acuan nyata dalam perlindungan, pengelolaan, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.
“Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, Kick Off Meeting Penyusunan RIPKHD Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2025–2029 secara resmi saya nyatakan dimulai,” tutup Sekda.
Acara dilanjutkan dengan sesi pemaparan teknis dari tim penyusun dan diskusi kelompok terarah (FGD) yang akan menjadi landasan dalam penyusunan substansi dokumen RIPKHD. (Yeni Adhayanti)

