Portalsembilan.com, Samarinda – Di tengah hiruk-pikuk persiapan Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur kembali menjadi sorotan. Bukan soal megaproyek infrastruktur, melainkan sebuah inisiatif yang menyentuh sisi lain pembangunan: kesetaraan dalam olahraga. Dinas Pemuda dan Olahraga Kalimantan Timur (Dispora Kaltim) tengah merancang proyek ambisius berupa pendirian Sekolah Khusus Olahraga Disabilitas Indonesia (SKODI), yang digadang-gadang menjadi batu loncatan bagi atlet difabel untuk meraih prestasi gemilang di kancah nasional dan internasional.
Kabid Pembudayaan Olahraga Dispora Kaltim, AA Bagus Saputra Sugiarta, memaparkan visi besar di balik proyek ini. SKODI tidak hanya akan menjadi tempat pelatihan, tetapi juga pusat pengembangan yang memanusiakan atlet difabel dengan menyediakan fasilitas terbaik dan program pelatihan yang personal.
“Kami tidak ingin atlet difabel hanya dipandang sebagai pelengkap. Mereka memiliki potensi yang sama besar, bahkan sering kali lebih, jika diberi peluang dan dukungan yang memadai,” tegas Bagus.
Inspirasi SKODI di Kaltim datang dari keberhasilan SKODI Solo, yang telah melahirkan sejumlah atlet difabel berprestasi. Namun, Dispora Kaltim tidak ingin sekadar meniru. Ada ambisi untuk menjadikan SKODI di Benua Etam sebagai pusat unggulan, mengintegrasikan inovasi lokal dengan pendekatan pelatihan modern.
“Solo sudah membuktikan bahwa dengan fasilitas yang tepat, atlet difabel mampu berbicara di level dunia. Kami ingin membawa konsep itu ke Kaltim, tetapi dengan sentuhan yang lebih progresif,” tambah Bagus.
Langkah ini bukan tanpa alasan. Kalimantan Timur, dengan kekayaan sumber daya dan posisi strategis sebagai calon ibu kota negara, diharapkan menjadi pionir dalam membangun ekosistem olahraga yang inklusif. SKODI digagas bukan hanya sebagai tempat pelatihan, tetapi juga simbol bahwa olahraga adalah milik semua kalangan.
Dispora Kaltim memahami bahwa pendirian SKODI bukan hanya soal membentuk atlet, tetapi juga mengubah paradigma masyarakat. Dalam dunia olahraga, atlet difabel sering kali dianggap “kasta kedua”. SKODI ingin mematahkan stigma itu, memperlihatkan bahwa mereka mampu berdiri sejajar dengan atlet non-difabel.
“Kami ingin menciptakan ekosistem di mana atlet difabel tidak hanya dihargai, tetapi juga dirayakan atas prestasi mereka. Ini bukan soal kasihan, ini soal memberi kesempatan yang layak,” kata Bagus.
Jika terealisasi, SKODI di Kaltim tidak hanya akan menjadi rumah bagi atlet difabel di wilayah tersebut, tetapi juga magnet bagi talenta dari seluruh Indonesia Timur. Langkah ini diharapkan membawa Kaltim menjadi pionir dalam memajukan olahraga inklusif di Indonesia, sekaligus menciptakan kebanggaan baru di tengah masyarakat.
“Kami ingin Kaltim tidak hanya dikenal sebagai pusat ekonomi baru Indonesia, tetapi juga sebagai pusat prestasi atlet difabel,” tutup Bagus. (*)
(adv/dispora)